Toko Online Saya

dapatkan $10 GRATISS dan $$$$$ selanjutnya, dibayar automatis tiap bulan

Rabu, 10 September 2008

Ketinggalan Pesawat

(Sambungan dari Sepertiga Hari di Bandung)

Dengan naik kereta bisnis rupanya membuat saya lebih nyaman tapi merasa agak kurang aman, bedanya hanya kalau kereta eksekutif tidak ada yang merokok sedangkan di kereta bisnis, para perokok merajalela dan akses masuk ke dalam gerbong bagi penjual asongan lebih terbuka.

Saya berharap dapat duduk dengan wanita saja karena kalau wanita pasti tidak merokok dan ternyata benar saya duduk dengan ibu bersama anaknya yang masih kecil seusia anak saya. Awal perjalanan kita sempat ngobrol sebentar, dan saat saya cerita bahwa saya di Bandung hanya sehari, pagi datang dengan kereta dan sorenya langsung pulang dengan kereta, otomatis saya hanya tidur di atas kereta yang sedang berjalan.

Stasiun Wonokromo jadi tujuan akhir saya, hari mulai panas tidak sabar saya ingin segera bertemu anak dan istri, sampainya di rumah, anak-anak senang melihat bapaknya pulang membawa oleh-oleh yang walaupun harganya tidak mahal tapi menjadi kebahagiaan tersendiri buat anak dan istriku.

Berarti masih ada waktu saya untuk persiapan berangkat ke Makassar. Karena hari ini masih Rabu saya punya 3 hari untuk persiapan dan istirahat melepas rindu dengan anak dan istri. Keesokkan harinya, Kamis pagi HP berdering, ternyata telepon dari seorang pelanggan yang membutuhkan cetakan segera dan harus jadi pada hari sabtu.

Karena pelanggan ada aset yang tidak boleh hilang, saya segera meluncur ke tempatnya untuk mengambil apa yang akan dipesan selanjutnya saya harus men-setting dulu sampai pukul 12 malam dan Jum'at paginya saya harus segera pergi ke percetakan untuk memberikan hasil settingan agar segera dicetak, harus pergi ke tempat film, mengambil titipan yang harus saya bawa ke Makassar, belum lagi mengatur pengiriman hasil cetakan sementara saya masih di Makassar. Jadi apapun saya lakukan agar semua cepat selesai karena sorenya saya harus sampai bandara untuk cek in.

Tepat jam 5 sore saya baru bisa sampai rumah mertua di Bungurasih, mengingat pesawat berangkat jam 6.20 sesuai yang tertera di tiket, artinya hanya ada 1 jam lebih 20 menit. Dengan mandi alakadarnya langsung saya meluncur ke Bandara Juanda dengan diantar Mertua dan anak ke-2 saya.

Sesampainya di Bandara tepat terdengar adzan Maghrib, di depan pintu masuk saya lihat papan pengumuman elektronik yang begitu indahnya dan membuat saya kagum dan heran kenapa nomor penerbangan yang seperti tercantum di tiket saya kok tidak ada ya?

Dengan penasaran saya datangi perwakilan Lion Air, dan apa penjelasanya, membuat hatiku berdetak, kaget, konyol, lucu, marah, senyum, meringis semua jadi satu. Padahal jam belum menunjukkan 6.20 pesawat saya sudah berangkat. Pihak Lion Air tidak salah, yang salah adalah saya, ternyata yang dimaksudkan jam 6.20 adalah pagi bukan sore.

Akhirnya dengan perasaan seperti makan nasi basi saya putuskan untuk mengantar mertua dan anakku pulang kerumah dan saya sendiri langsung ke agen Lion Air yang resek. Tadinya saya mau ngomong baik-baik menjelaskan permasalahannya dengan mencari pegawai wanita yang sedari awal sudah saya ajak bicara tentang rencana keberangkatan saya dan betapa sempitnya waktu saya untuk beli tiket dan jadwal saya yang harus ke Bandung terus nyambung ke Makassar sementara rumah saya 20 KM dari Bungurasih jadi saya perlu tiket pesawat sore hari supaya mudah mengatur waktu dan persiapannya.

Baru saya tanya si pegawai wanita dimana karena saya mau jelaskan kondisi saya dan juga keslahan tiket yang diberikan kepada saya, e ternyata yang saya tanya adalah petugas laki-laki yang kemarin menguruskan tiket buat saya dengan wajah tidak simpatik mengatakan bahwa yang menjual tiket adalah dia bukan si wanita kemarin.

Oke, saya paham, tapi si pegawai wanita tadi juga paham bahwa sedari awal saya pesan tiket untuk perjalanan sore, kenapa mesti diberi yang tiket pagi. Seharusnya kalau tidak ada jadwal yang sore kan harus bilang tidak ada bukannya memberikan yang pagi. Bukannya mau mengoreksi dirinya sendiri malah intonasinya tambah tinggi, bahwa yang salah adalah saya, kenapa tidak ngecek dulu. Betapa yang goblok adalah saya ataukah si penjual tiket yang ingin dapat keuntungan atau kesenangan dengan kondisi ini.

Memang kebodohan saya adalah mempercayai orang 100% , sehingga saya tidak perlu cek pesawat ke bandara atau perwakilan Lion Air segala. Toh kalau pegawai itu cerdas, tidak perlu dia berikan tiket pagi buat saya. Wah, saya sudah rugi waktu, bensin, tenaga malah dimarahi lagi sama si pegawai travel tadi.

Okelah saya mengalah dengan segala akibat kerugian saya, tapi dengan mengalahnya saya, tidak mungkin buat saya untuk kembali beli tiket di travel macam begitu dan itu berlaku juga buat semua sanak keluarga dan relasi saya.

Selanjutnya saya kembali ke Bandara untuk memastikan keberangkatan saya untuk besuk pagi jam 6.20, dengan kewajiban membayar 50% dari harga pokok tiket. Sesampainya di rumah ternyata sisa uang yang diberikan teman saya untuk perjalanan Surabaya-Bandung-Surabaya-Makassar sisanya hampir sama dengan jumlah denda tiket Lion Air.

Setelah sholat subuh hanya berbekal 1 tas sedang, saya berangkat ke bandara Juanda dengan hanya diantar mertua pakai motor, terus ke loket membayar denda tiket dan langsung masuk untuk cek in.

Tiba di depan petugas yang bagian menimbang tas, ternyata ada biaya lagi sebesar Rp. 30.000,- untuk membayar Airport Tax, dan biaya ini sungguh diluar perkiraan saya. Nilainya tidak seberapa tapi bisa membuat rasa gugup, mual, pening dan ingin pinsan rasanya atau menangis sekeras-kerasnya jika mengetahui isi kantong saya hanya ada 3 lembar Rp. 5.000,- dan 5 lembar Rp. 1.000,- ditambah 2 koin Rp. 100,-

Waduh bagaimana nih? bingung bercampur malu, si pegawai memang sudah tugasnya dan tidak dapat membantu, akhirnya tiket saya minta tanpa tujuan. Mau keluar pinjam ke mertua, tapi pasti mertua sudah pulang. Mau batal saja, tapi tambah rugi besar. Bagaimanapun saya harus berangkat karena misi saya belum selesai.

Dengan perasaan kosong dan lidah seperti kena es, saya datangi saya perwakilan Lion Air. Saya ditemui pegawai wanita yang usianya lebih mudah dari saya. Terus maksud hati saya ucapkan dengan berat seberat mengangkat batu gunung, tanpa punya muka lagi untuk ditutupi kalau saya ingin dibantu sehubungan kekurangan uang buat bayar airport tax. Dan apa saja barang berharga yang saya punya bisa buat untuk jaminan untuk meyakinkan mereka agar saya bisa mengembalikan uang yang akan saya pinjam.

Si pegawai wanita tadi (namanya Indri) lantas masuk ruangan, entah apa yang terjadi di dalam tidak lama keluar sambil membawa uang Rp. 15.000,- buat membayar kekuarangan airport tax saya. Terus saya berjanji akan mengembalikan uangnya sepulang dari Makassar. Tapi diluar dugaan saya tidak boleh mengembalikan uang itu. Alhamdulillah ternyata Lion Air berbaik hati membantu saya agar bisa naik pesawat dan terima kasih mbak Indri.

Ini adalah pengalaman pertama saya naik pesawat, tanpa pengetahuan sama sekali dan tanpa ada bimbingan sebelumnya dari orang lain. Masuk bandara seperti masuk tempat yang sangat asing karena bandara adalah tempat orang-orang yang punya uang. Dengan kita masuk bandara dan punya tiket saja pasti anggapan orang bahwa saya orang yang berduit tapi uang Rp. 30.000,- saja buat bayar Airport Tax saja tidak mampu bayar.

Sepertiga Hari di Bandung

(Sambungan dari Orang miskin juga bisa naik kereta eksekutif)

Sesampainya di Stasiun Bandung yang pertama adalah cari WC yang lebih layak walaupun bayar Rp. 1.000,- kemudian cari ATM Mandiri. Sayangnya di stasiun hanya ada ATM bersama, dan setelah saya coba 2 kali eh... uang tidak keluar dan setelah saya perhatikan pengumuman di kaca samping kiri ada tulisan daftar nama-nama bank yang tergabung dan Bank Mandiri memang tidak ada dalam daftar.

Kemudian saya putuskan untuk berjalan kaki saja sambil cari ATM Mandiri terdekat dan sambil tanya kesana-kemari tidak saya dapatkan sambil jalan menelusuri jalan Astana Anyar. sesampainya di perempatan ada satpam dan beberapa temannya, saya ditunjukkan bahwa ATM Mandiri ada di Jl Otista (Oto iskandardinata) jadi dari perempatan itu saya jalan menuju otista dan belok kiri sekitar 200-300 meter ada ATM Mandiri dan saya hanya mengambil secukupnya untuk tiket pulang dan keperluan sehari di bandung.

Waktu sudah siang, padahal saya belum sarapan, tapi yang penting saya harus cari perdana flexi karena kayaknya tadi di kereta saya gagal kirim sms untuk combo. Kartu perdana bisa saya dapatkan dengan harga Rp. 15.000,- dengan pulsa 10.000 tapi sayang HP saya lowbatt alias baterainya krisis tanpa strip hanya mampu menyala sebentar untuk mencatat nomor telepon.

Tanpa panjang akal saya cari wartel terdekat untuk menghubungi tempat yang akan saya tujuh. Setelah terhubung dan say diberi alamat berikut saran supaya cari taksi saja maka saya cari taksi sambil cari makan. Alhamdulillah ada bubur ayam ditepi jalan milik PKL.

Dengan rasa lapar yang sudah hilang saya dapat taksi, setelah nego harga (di Bandung kebanyakan nego) saya diantar ke tujuan yang ternyata jalannya melewati Jl. Astana Anyar yang saya lewati tadi dan di ujung jalan ada Bank Mandiri berdiri dengan gagahnya sampai-sampai dalam hati, kalau saja saya jalan sedikit lagi pasti sudah dapat ATM Mandiri tidak perlu jalan jauh dari Astana Anyar ke Otista, tap tak apalah yang penting misi yang diamanatkan tercapai.

Sesampainya di tempat tujuan, saya hanya melakukan training sekitar 1 jam saja dan saya kira itu sudah cukup karena sebagaian besar yang diajarkan sudah saya pahami. Sebelum pulang saya sempat dibelikan nasi padang oleh bos tempat saya training dan tidak lupa diantar sampai Stasiun Bandung. Menurut jam HP, saya masih punya waktu sekitar 3 jam lagi sampai kereta berangkat.

Sambil menunggu keberangkatan kereta saya sempatkan beli oleh-oleh untuk anak-anak dan istri dan ternyata harga di Bandung dan Surabaya tidak terpaut jauh bahkan ada yang sama. Kali ini saya putuskan naik kereta bisnis yang lebih supaya bisa beli oleh-oleh.

(bersambung ke Ketinggalan Pesawat)

Orang miskin juga bisa naik kereta eksekutif

Ini kisah pribadi saya,
Beberapa waktu yang lalu awal bulan agustus 2008, saya ditelpon teman saya (yang sudah menganggap saya seperti adik sendiri) untuk membantunya di Makassar (Ujungpandang) belajar tentang photoshop, tapi sebelum berangkat ke Makassar, saya diharuskan berangkat ke Bandung.

Karena pada bulan ini pendapatan saya memang sangat minim, bahkan jauh dari pendapatan bulan sebelumnya, belum lagi berbagai iuran 17-an dan biaya sekolah anakku yang pertama, walaupun kecil tapi rasanya bulan ini sangat berat.

Teman saya yang baik hati (memang pada dasarnya memang orang yang baik) saya dijanjikan akan dikirim sejumlah uang untuk beli tiket Surabaya-Bandung PP dan Tiket pesawat ke Makassar plus uang saku dan tinggalan untuk yang dirumah.

Pada hari "H" keberangkatan ternyata uang yang dijanjkan belum dikirimkan, wah bagaimana ini saya jadi mumet, padahal semua jadwal saya, pesanan yang masuk saya batalkan agar tidak mengganggu jadwal saya ke Makassar. Siang itu, 25 Agustus 2008 saya telpon (karena sesama operator jadi murah) dan katanya masing dalam perjalanan ke bank.

Saya sampaikan kalau terlambat transfer, saya bisa terlambat beli tiket kereta bisnis (Surabaya-Bandung Rp. 130.000,-), tapi kata temanku beli saja yang eksekutif tidak masalah lebih mahal (dalam hatiku, kalau bisa yang lebih murahkan bisa nambah uang saku)

Akhirnya setelah dapat transfer saya langsung berangkat ke Bungurasih (kebetulan ada rumah mertua di sana). setelah tanya kesana kemari ternyata ada travel yang menawarkan tiket pesawat dengan harga yang paling murah, untuk Surabaya-Makassar hanya Rp. 790.000,- padahal ditempat lain ada yang agak mahal bahkan lebih mahal lagi.

Dengan mantap saya pesan ke travel Daru Purwita (kalau tidak salah namanya--sesuai stempel di karcisnya) yang lokasinya di ujung jalan masuk Ramayana Bungurasih atau tepat di berseberangan dengan supermarket Dea Wijaya. Ketika saya masuk ada 2 pegawainya perempuan dan laki-laki, trus saya pesan tiket untuk hari jum'at, 29 Agustus 2008 yang berangkat sore. Setelah ngobrol panjang lebar danmenjelaskan kondisi saya bahwa saya setelah ini harus ke stasiun gubeng untuk beli tiket dan langsung berangkat ke Bandung, maka saya disuruh menunggu untuk dibuatkan tiketnya.

Setelah menunggu cukup lama sekitar 1 jam lebih akhirnya saya dibuatkan tiket dengan tulisan tangan dan dijelaskan bahwa pesawatnya adalah Lion Air berangkat jam 6.20 dan ketika saya cek tiketnya memang semua sudah benar dari nama sampai jam berangkatnya tertulis 6.20

Setelah beli tiket pesawat saya pulang ke rumah mertua sholat ashar kemudian berangkat naik angkutan kota 2 kali oper dan sampai di stasiun Gubeng pukul 17.00 yang artinya sudah terlambat untuk naik kereta bisnis, tidak ada pilihan lain saya harus naik kereta eksekutif.

Sebelum naik, kereta saya pastikan isi kantong dulu, ternyata hanya ada sisa uang sekitar Rp. 20.000,- dan untuk beli air minum mineral di stasiun tersisa Rp. 16.000,- artinya saya harus ambil uang di ATM dan ternyata fasilitas ATM Mandiri belum ada di stasiun jadinya ya tidak jadi ambil dengan harapan setibanya di Stasiun Bandung ada ATM Mandiri.

Naik kereta api Eksekutif (Turangga) tidak senyaman bayangan saya, saat pertama naik memang berbeda, tapi ketika sudah duduk, ternyata saya tidak terbiasa dengan bangku yang sangat empuk tapi gerak terus. Jarak antara kursi yang kurang jauh membuat kaki saya tidak bisa rileks atau selonjor berbeda dengan kereta ekonomi atau bisnis kaki bisa selonjor karena ada kolong kursinya.

Sesaat setelah perjalanan dimulai kami mulai didatangi beberapa pramugari dengan cekatan membagikan makan malam jatah kami, dengan tempat yang tidak terlalu besarkami dapat nasi 1 entong, ada sayurnya, lauk ayam, pisang, krawu, dan air kemasan gelas. Walaupun tidak terlalu mengenyangkan tapi saya bersyukur sudah makan.

Semakin malam ada saja petugas KA yang menawarkan berbagai macam makanan, meskipun masih lapar saya tidak berani pesan mengingat uang dikantong hanya sedikit. Tidak lama kemudian semua penumpang dibagikan selimut gratis untuk persiapan malam yang dingin.

Betapa dinginnya naik kereta Turangga, karena ada AC ditambah suhu luar yang juga dingin, ketika semakin malam semakin dingin saya putuskan ke WC untuk buang air kecil dan sekalian ambil air untuk sholat, setelah tiba di WC-nya kereta Turangga saya sangat takjub melihat WC kereta orang berduit yang kondisinya tiak jauh beda dengan WC kereta kelas bisnis bahkan bau pesingnya sama dengan kereta kelas ekonomi.

Mata semakin mengantuk, tetapi saya tetap sulit tidur mengingat suhu ruang yang sangt dingin, sampai saya berpikir, mungkin para penumpang memang sedang diawetkan. Bahkan ketika semua badanku sampai kaki tertutup selimut rasa dingin itu masih sangat terasa. Bisa dibayangkan pada tengah malam dengan memakai jaket dan selimut masih kedinginan. Harusnya tiap gerbong ada pengaturan suhu, sehingga jika mencapai suhu yang tidak nyaman maka suhu akan naik atau turun atau ada petugas yang mengatur suhu agar penumpang bisa nyaman.

Akhirnya sekitar jam 4 pagi saya mau ke WC untuk wudhu sekalian buang air kecil, tapi kok ada mbak-mbak yang mendahului, setelah si mbak selesai saya tidak masuk dulu karena baunya pasti masih nggelibet. setelah agak lama baru saya buka pintu WC, dan semakin terpesonanya saya melihat begitu kuningnya air yang tergenang di lantai WC, tapi sebagai orang yang baik saya coba bantu untuk buang air kuning tadi dengan membuka kran WC dan ternyata benar yang keluar adalh air yang setetes, tes, tes, tes. Waduh... benar saja airnya sudah habis. so ??????

Kontan saja saya langsung hengkang cari di gerbong lain yang Alhamdulillah airnya masih tersedia, dan kepada teman satu bangku saya beritahu WC mana yang layak direkomendasikan dan yang tidak.

Waktu sudah menunjukkan pukul 6.00 wib dan kereta kok masih belum masuk kota ya? oh ternyata sekarang dengan kereta berangkat lebih awal 1 jam sampainya juga lebih lambat, tidak pengalaman beberapa tahun lalu ketika saya diajak naik kereta bisnis ke bandung dan sampai di Bandung hari masih pagi sekali.

(bersambung ke Sepertiga hari di Bandung)